Memadukan Puisi, Musik, dan Teater

Diam-diam seorang cowok cupu berambut klimis, berkemeja kotak-kotak dengan celana cingkrang lengkap dengan kacamata berbingkai tebal itu memperhatikan cewek cantik bergaya modis yang sedang duduk di taman. Malu-malu ia mendekati lalu duduk di samping cewek yang sedari tadi asyik dengan gawainya.

Mencoba memberanikan diri, si cowok terus melipir agar bisa duduk berdekatan dengan si cewek. Hmm, tapi sayangnya belum sempat sekelumit sapaan keluar dari mulut si cowok, si cewek keburu pergi meninggalkannya.

Cowok itu kesal. Bukan pada si cewek. Tapi pada dirinya sendiri yang berpenampilan cupu. Beberapa kali ia pun mencoba mengubah penampilannya jadi sosok cowok yang lebih gaul. Yap, kurang lebih kayak gitu sajian teatrikal kelompok Mas Gunís Family dalam musikalisasi puisi yang mereka sajikan di Gebung B6 FBS Unnes, Minggu (19/1).

Dalam puisi bertajuk ''Sajak Kecil tentang Cinta'' karya Sapardi Djoko Damono, si pembaca puisi Aifa Hasanah (20) tampil dengan ekspresi menawan menyampaikan pesan kecil tentang cinta bahwa untuk mencintai seseorang, kamu nggak harus menjadi siapa pun, tapi tetaplah menjadi kamu yang sesungguhnya.

Yup, ''mencintaimu harus menjelma aku'' seperti baris akhir puisi yang dibawakan mahasiswa semester tiga Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes itu. Sebanyak 29 kelompok yang nggak lain adalah mahasiswa semester tiga Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes menampilkan musikalisasi puisi dalam acara bertajuk ''Gelar Karya Musikalisasi Puisi 2014.''

Di acara yang digelar selama dua hari, Sabtu-Minggu (18-19/1), tiap kelompok menyajikan karya musikalisasi puisi dengan model pengemasan yang beragam.

Ekspresi Lisan Sastra

Ada yang menggubah puisi menjadi sebuah lagu dan ada pula yang mengombinasikan dengan musik bahkan penampilan teatrikal yang apik. Salah seorang penonton Evi Yuliana (20) yang takzim menyimak pertunjukan tersebut memberi komentar. ''Menarik, nggak monoton membaca puisi aja. Pastinya, aku jadi nggak kesulitan mencerna isi puisi.

Soalnya ada beberapa yang menggambarkan penafsiran puisinya lewat teatrikal. Penampilan mereka kreatif dan cakep deh,'' tutur cewek yang mbela-belain datang menyaksikan pementasan meski hari hujan. Nah, dalam musikalisasi puisi tersebut para penampil diuji kemampuannya dalam menyampaikan pesan puisi dengan baik, entah lewat musik atau seni teatrikalnya.

Pemilihan musik yang senada alias klop dengan puisi yang dibawakan serta kualitas dan kekuatan vokal personal dalam bernyanyi ataupun membaca puisi juga tak luput jadi pertimbangan penilaian sebagai tugas akhir mata kuliah Ekspresi Lisan Sastra. ''Nggak gampang rupanya.

Selain harus fokus dengan penampilan panggung baik gerak tubuh dan mimik wajah, kekuatan vokal atau suara juga penting. Karena nggak terbiasa dengan penampilan panggung, lebih-lebih kudu menyanyi, aku sempat merasa kesulitan,'' ungkap Tirza Andina Theoriska (19), seorang peserta yang menyanyikan syair puisi karya Sapardi Djoko Damono berjudul ''Yang Fana Adalah Waktu.''

Dari aksi panggung musikalisasi puisi itu, Hestri Arfi P(19) menuturkan bahwa ia mendapat pengalaman berbeda dalam mempelajari bahasa, terutama sastra Indonesia.

Yap, benar banget, nggak berhenti pada aktivitas membaca, tapi ada tantangan lain saat mereka dituntut untuk menghasilkan karya dari aplikasi ilmu kebahasaan yang telah mereka peroleh dari membaca.

Sumber : SuaraMerdeka.com, Oleh Ike Purwaningsih

Comments

Popular posts from this blog

Drs. Wirawan Sumbodo, MT Tokoh Jateng yang Go International

Naik Angkot ke Unnes Yukss

Prof. Dr. Joko Widodo, M.Pd, penguji sidang skripsi salah satu TIM SeputarUnnes.Com